Tersingkirnya Makanan Tradisional
oleh Makanan Cepat Saji
Semakin
berkembangnya teknologi dan pengaruh globalisasi membuat pola pikir masyarakat
berubah dalam berbagai aspek kehidupan. Masyarakat lokal dengan mudahnya
menerima budaya dari luar negeri termasuk dalam pemilihan makan. Masyarakat
lokal lebih memilih makan makanan di tempat modern. Masyarakat lokal menganggap
makan makanan tradisional adalah kuno dan ketinggalan zaman. Masyarakat lokal
lebih bangga dengan budaya asing dibandingkan budaya lokal termasuk dalam hal
pemilihan makanan (Rahmawaty & Maharani, n.d.). Oleh karena
itu, keberadaan makanan tradisional semakin tersingkir oleh makanan cepat saji.
Makanan
tradisional merupakan makanan yang menyehatkan dan sesuai dengan kebutuhan
tubuh. Makanan tradisional merupakan makanan yang tinggi akan protein,
karbohidrat, serat tetapi rendah kalori. Makanan tradisional diolah dengan cara
yang tradisional juga, masih jarang yang menggunakan teknologi modern. Karena
belum menggunakan teknologi modern maka dalam pengolahan membutuhkan waktu yang
lama dan dalam hal penyajian juga tidak menarik.
Makanan
cepat saji semakin menjamur di kalangan masyarakat lokal. Hal ini dapat dilihat
sepanjang jalan banyak restoran makanan cepat saji berdiri dengan megahnya.
Masyarakat lokal lebih memilih makan makanan di restoran makanan cepat saji.
Alasan masyarakat memilih makan di restoran cepat saji adalah efisien dalam hal
waktu, khususnya bagi kalangan yang memiliki waktu terbatas untuk makan (Mufidah, 2006). Selain alasan
waktu, alasan sosial juga berpengaruh. Bagi masyarakat lokal yang bisa makan di
restoran cepat saji akan memiliki rasa bangga, sombong, atau lebih singkatnya
memiliki nilai prestise tersendiri. Masyarakat lokal menganggap jika masyarakat
lokal makan di restoran cepat saji maka akan dianggapsebagai orang kaya.
Masyarakat lokal memiliki anggapan tersebut karena dapat makan dan bersantai di
restoran milik luar negeri.
Makanan
cepat saji dengan makanan tradisional memiliki perbedaan yang mencolok. Misalnya
dalam hal publikasi. Untuk makan cepat saji dipublikasikan pada berbagai macam
media elektronik maupun non elektronik dan ditampilkan dengan sangat menarik.
Sedangkan untuk makanan tradisional dipublikasikan oleh Tv yang secara khusus
meliput makanan tradisional dari suatu daerah. Jadi, tidak seperti publikasi
makanan cepat saji yang ada dimana-mana dan kapanpun ditayangkan. Kemudian penyajian
makanan cepat saji juga lebih menarik dibandingkan makanan tradisional. Hal ini
disebabkan makanan cepat saji diolah dengan menggunakan teknologi modern dan
dalam waktu yang tidak lama.
Makanan
cepat saji dapat membahayakan kesehatan. Makanan cepat saji merupakan makanan
yang disajikan secara cepat dengan menggunakan teknologi yang maju dan ditambah
dengan pengawet (Kompasiana 2013). Kandungan gizi pada makanan cepat
saji berbanding terbalik dengan kandungan gizi pada makanan tradisional (Emilia & Pendahuluan, 2009). Dalam makanan
cepat saji terdapat tingginya kalori dan lemak serta rendahnya serat. Jika
masyarakat berlebihan dalam mengkonsumsi makanan cepat saji dapat menyebabkan
penyakit, seperti obesitas (Gandjar 2007).
Dari
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa dengan semakin majunya teknologi dan
pengaruh globalisasi dapat merubah pola pikir masyarakat lokal. Masyarakat
lokal lebih bangga dengan budaya asing dibandingkan budaya lokal termasuk dalam
hal pemilihan makanan. Masyarakat lokal lebih memilih makanan cepat saji
dibandingkan makanan tradisional karena beberapa alasan. Beberapa alasan itu
antara lain dalam hal efisien waktu, penyajian makanan lebih menarik, dan
anggapan dari orang lain (prestise).
Kandungan makanan cepat saji dapat membahayakan kesehatan karena kandungan
gizinya rendah, berbeda dengan makanan tradisional yang kandungannya dibutuhkan
oleh tubuh dan menyehatkan.
Daftar
Pustaka
Emilia, E., & Pendahuluan, a. (2009). Pendidikan
Gizi Sebagai Salah Satu, 6(2), 161–174.
Gandjar, A. R. d. I. G. (2007). Metode
Kromatografi untuk Analisis Makanan. Yogyakarta,
Pustaka Belajar.
Kompasiana (2013). "Bahaya Pengawet
Makanan Bagi Tubuh." Retrieved 5 Mei, 2015, from
http://kesehatan.kompasiana.com/alternatif/2013/11/05/bahaya-pengawet-makanan-bagi-tubuh-608025.html.
Mufidah, N. L. (2006). Pola Konsumsi Masyarakat Perkotaan: Studi
Deskriptif Pemanfaatan Foodcourt oleh Keluarga, (2), 157–178.
Rahmawaty, U., & Maharani, Y. (n.d.). PELESTARIAN BUDAYA INDONESIA
MELALUI PEMBANGUNAN.